MBG (Makan Bergizi Gratis) merupakan program yang digagas oleh ke pemerintahan presiden Probowo Subianto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka dalam mengatasi beberapa hal, termasuk gizi buruk dan stunting. Program ini mulai dilaksanakan secara bertahap di seluruh indonesia mulai pada 6 Januari 2025 sampai saat ini.
Menu yang disajikan oleh pelaksanapun beragam, seperti Nasi, sayuran, buah buahan hingga protein nabati seperti tahu, tempe bahkan protein hewani. Seperti daging ayam dan ikan yang kemudian menjadi andalan menu bagi pelaksana program tersebut. Tentu dalam pengembangan program ini memerlukan anggaran yang lumayan fantastis, mulai dari gaji karyawannya hingga kebutuhan yang lain. Seperti peralatan dan tempat yang harus disediakan terlebih dahulu.
Banyak kalangan masyarakat bertanya-tanya mengenai anggaran hingga total rupiah yang disediakan oleh pemerintah dalam menjalakan program tersebut. Dari anggaran yang mencapai ratusan triliun tersebut apakah cukup relevan jika dipusatkan pada MBG ini?
Dalam kejadian yang lain banyak terjadi kasus keracunan akibat MBG ini. Dikutip dari media BBC News Indonesia total 5.626 kasus keracunan, sejauh ini ditemukan di puluhan kota dan kabupaten di 16 provinsi. Bukan Makan bergizi yang didapat melainkan makanan basi yang justru mereka peroleh. Tidak hanya itu MBG di Pamekasan Madura Jawa timur tepatnya di SMAN 3 Pamekasan ditemukan blatung dalam menu makanannya.
Tentu menjadi persoalan yang rumit saat ketika program yang dilaksanakan karena tujuan yang baik justru menjadi akhir yang kurang baik. Bukan hanya karena menu makanan yang bermasalah melainkan karena program ini menghabiskan anggaran hingga ratusan triliun tapi tidak menjadi hasil yang benar benar dinikmati oleh pelajar Indonesia. Meskipun banyak pelaksana MBG ini yang berhasil dan membantu ribuan pelajar dalam meringankan ekonomi keluarga bukan berati pemerintah mengabaikan hal hal yang fatal tersebut.
Hal pertama yang menjadi langkah cemerlang untuk mengatasi permasalahan itu tentu BGN (Badan Gizi Nasional) yang memiliki tanggung jawab penuh program ini harus menyelaraskan sistem tatakelola agar tidak ada lagi siswa yang keracunan dan menerima makanan yang sudah basi. Selain itu para pelaksana program MBG ini juga diperhatian agar memilih makanan yang berkualitas dan tetap menjaga kesterilan makanan. Menentukan jam yang tepat untuk memasak dan menyajikan makanan yang rentan basi seperti nasi. Upaya tatakelola tersebut harus diperhatian lebih karena dengan demikian menentukan hasil dari pada program dilaksanakan, apalagi dengan anggran yang tidak sedikit.
Apakah relevan dengan anggaran yang tidak sedikit mendapatkan hasil yang kurang baik? Banyak berbagai kalangan yang memberikan pendapat dalam mengatasi kerancuan dalam MBG ini. Termasuk diantaranya mengganti program MBG ini dengan langsung memberikan uang tunai kepada orang tua agar menyediakan makanan bergizi langsung atas kontrol orang tua. Ada juga yang mengusulkan pemberhentian program MBG karena didasarkan pada kasus kasus yang telah terjadi. Usulan tersebut tentunya merupakan usulan yang baik dalam mengatasi permasalahan yang marak terjadi, akan tetapi bukan menjadi usulan yang efektif untuk diterapkan, apalagi sampai dihapus atau diberhentiakan. Karena dengan program MBG ini bukan hanya siswa yang kemudian mendapat jatah makanan melainkan mengatasi berbagai aspek sosial seperti membantu perekonimian keluarga dan pelaku UMKM yang turut menjual bahan yang dibutuhkan dalam menu MBG.
Selain itu juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat disekitar dalam pelaksana MBG. Oleh karena itu, upaya pengambangan MBG ini harus benar-benar dibenahi dan diatur kembali tatakelola yang efektif agar program ini berkembang dengan baik dan sesuai tujuan dan sasaran diawal. BGN sebagai penanggung jawab pelaksana MBG harus mengupayakan semaksimal mungkin agar tidak lagi terjadi hal yang fatal. Sekali lagi dengan anggaran yang tidak sedikit atau jika tidak maka MBG harus benar benar dihentikan, karena terlalu banyak menghabiskan anggaran untuk hasil yang tidak memuaskan.
Penulis : A. Wazil
Editor : Melkii












