Lemparan sinar mentari masuk di sela-sela jendela, tepat pada jam 03.15 menit. Semua pemuda ‘Santri’ yang masih mengukir cerita tuk meraih cita-cita nya seiring kesuksesan masa depannya. Adzan Ashar pun terdengar dari berbagai penjuru arah. Terdengar syahdu nan merdu dari arah pantura, sumber suara itu tak lain dan tak bukan dari musala yang memang biasa dikumandangkan oleh santri khusus yang mempunyai suara merdu, tuk memikat dan menarik perhatian para santri yang lain cepat datang dan melaksanakan sholat berjamaah bersama di musala
Namun, hal itu tidak ada gerak apa-apa dari sebagian santri. Terlintas di kepala ‘Mungkin hati mereka masih belum terbuka, sehingga mengabaikan sholat berjamaah di tempat yang penuh dengan barakah itu.’ Aku sendiri membuktikan hal itu semua. Musala yang sangat lebar itu hanya terisi dua shaf saja. Segelintir saja sebuah pertanyaan menyelinap di benak ku, apakah ini yang dinakamakan zaman now atau zaman millenial?
Sepuluh menit sudah berlalu dengan selesainya dzikir itu. Sebagai umat Nabi Muhammad SAW aku pun tak lupa tuk melaksanakan sholat sunnah ba’diyah, mengharap syafaat sang pemimpin gagah dan perkasa mencintai dan melakukan kesunnahan yang sudah menjadi tugas umat muslim dan muslimat tuk mencintainya. bagiku berdo’a adalah cara terbaik tuk bercinta kepada sang penguasa, aku sangat baper kepada sang pencinpta saat aku sedang berdo’a. Berharap aku bisa mengeluarkan butiran keristal yang tersimpan di balik daun kelopak mata ku. Karena dengan begitu, aku bisa merasakan nikmatnya hidup di dunia.
Bagiku mendoakan orang tua adalah ucapan pertama dalam permintaan semoga allah swt memberikan kesehatan dan umur yang barakah di dunia dan akhiratnya. Apalagi sang penguasa jagat raya memerintahkan tuk selalu meminta kepadanya. Karena ia sudah berfirman dalam kitab suci bahwasanya ia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu merubahnya sendiri. Salah satunya meminta dan memohon kepada sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan kepada orang tua kita yang sedang mencari nafkah dan biaya kita selama belajar di pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Semoga rizki mengalir ke tangan orang tua kita layaknya hujan membasahi bumi yang sedang gersang tanpa adanya hujan.
Aku yang lagi khusuk berdoa, tiba-tiba ada orang yang menepuk bahuku dan berbisik.
“Ayo cepet! Nanti keburu malem, temen-temen sudah pada nungguin dari tadi,” bisiknya ketelingaku. Aku hanya memberikan isyarat padanya bahwa aku akan menyusul dirinya setelah doa ini selelsai. Kemudian aku kembali menundukan kepala tuk meraih keristal itu jatuh. Di luar musala temen pada nungguin aku. Terdengar sedikit perbicaraan dari mereka.
“Haidar kok lama sekali ya..?” Ucap Ainor Rohman menggunakan intonasi bertanya kepada Faisur Rohman.
“Iya, padahal udah jam 04.05 menit,” Jawab Faisur dengan singkat.
Selang beberapa saat dari perkataan mereka berdua, aku segera keluar dari musola supaya mereka tak menaikan fital kemarahannya kepada ku.
“Nah itu dia,” Faisur yang pertama melihat ku langsung memberitahu Ainor tuk sekedar menoleh ke kearahku.
“Kelamaan kamu do’anya. Nih Udah jam berapa? Lihat..!” Tegur Ainor sambil memperlihatkan jam tangannya
“Iya maaf, kan do’a bukan main bola,” aku langsung minta maaf kepada teman ku karena sudah membuat hatinya kesel. Tapi dengan jawaban yang kuberikan mengundang tawa ceria kembali ke hati sahabatku.
“Hahaha,” Tertawa serempak.
Kemudia kami berangkat tanpa menunda waktu lagi. Aku berjalan dengan temen karib ku setiap mau pergi kemanapun, kecuali ke tempat itu..sst. pasti tahu kan maksudku..hehe. Hidup tidak akan selembut salju, kadang keras kadang pula lembut. Sama dengan yang aku alami bersama teman-teman ku, terkadang kita bertengkar kemudian tertawa bersama. Itulah manusia yang tak mungkin lepas dari salah dan lupa. Meski kita dikatakan sahabat, kalau sudah tak sependapat pasti salah satu dari kita saling sukar menyukari karena ke tak sepahaman. Untung saja kelengkapan karakter yang ada pada diri kita bisa menyembuhkan kesukaran tersebut. Faisur mempunyai karakter yang suka bergurau tapi kadang dia cerdas layaknya simba yang selalu mempunyai akal tuk memenangkan pertarungan. Dia juga mempunya jiwa humoris yang membua kita selalu lengket tuk menjalani persahabatan ini. Ainor panggilan akrab Ainor Rohman, sejak kecil merupakan sahabat ku yang lebih tua dari ku dan juga Faisur. Dia mempunyai karakter motivator yang sangat tinggi. Stimolus penyemangat kepada kita berdua selalu ada baik ketika kurang bahagia maupun saat ceria. Nikmat tuhan kepada hambanya kadang tampak kadang pula tidak.
Semua santri dipondok kami setiap hari melakukan JJS ‘jalan-jalan santai’ begitulah singkatannya. Itulah dunia, semua penuh dengan perubahan. Jalan-jalan adalah hal yang sangat menyenangkan bagi kalangan santri, khususnya tuk kami bertiga. Apalagi melihat senja yang hampir setiap hari memberikan hal yang berbeda dengan kecantikan orange nya.
Biasanya temen santri yang lain menafsirkan ukiran awan di langit tuk sekedar dijadikan bahan tawaan, ada juga yang menafsirkan ukiran layaknya kuda yang sedang ditumpangi oleh rajanya. Itulah kebiasaan santri selalu ada tuk menghibur dirinya tuk menghilangkan rasa rindu kepada orang tuanya. Setelah berjalan 20 menit akhirnya kami bertiga tiba di suatu tempat dimana kita akan mengukir cerita di hari yang berbeda, waktu yang berbeda namun hanyalah tempat yang tak mungkin aku bedakan, karena kita harus mematuhi batasan yang diberikan tulisan ‘BATAS SANTRI’begitu kiranya coretan dua kata yang ada di tembok itu.
“Kenapa senja itu begitu indah tuk sekedar dipandang, padahal hanyalah awan? Apalagi ia datang hanya sekedar dan pergi lagi tanpa ada kabar,” tanya Haidar.
“Karena itu adalah ciptaan Tuhan yang penuh dengan keindahan, Tuhan itu adalah dzat yang maha indah. Jadi, kita harus mentafakuri semua ciptaannya, dengan begitu kita sudah berdzikir kapadanya. Kalian harus mengetahui bahwa berdzikir itu tidak hanya dengan kalimat tauhid, melainkan memikirkan atau mentafakuri ciptaan tuhan juga termasuk berdzikir. Kalau seandainya kita lagi bosan ataupun galau berdzikirlah agar waktu kita tidak terbuang sia-sia,” Faisur memberikan jawaban dengan intonasi yang agak serius.
“Benar sekali. Tapi alangkah baiknya kita berdzikir menggunakan kalimat yang bertuliskan bahasa Arab seperti kalimat Tauhid dan lainnya. Karena di dalamnya itu semua mempunyai ke istimewaan yang berbeda. Dengan berdzikir hanya mentafakuri ciptaan Tuhan kita. Apalagi dilakukan secara istiqomah, maka pahala yang kita peroleh akan semakin besar. Tapi, aku heran dengan santri sekarang setelah sholat malah cepat tuk meninggalkan mosolla,” jawabnya Ainor sambil menyindir santri yang lain.
“Iya, aku juga heran kepada santri yang langsung pergi tanpa berdzir atau sekedar mendoakan orang tuanya. Atau mereka belum tahu bahwa orang yang sudah melaksanakan sholat kalau tidak berdzikir di umpakan kirdun(monyet). Padahal di kajian 3s sering disinggung oleh ustad. Tapi kenapa ya, mereka masih mengabaikannya. padahal, orang tua kita susah payah mencari uang untuk membiyai mereka. Aku sih bukan sok suci ataupun sok alim. Tapi, setidaknya kan mendoakan orang tuanya agar dijaga kesehatan dan rizkiya lancar. Anggapan orang tua pasti anaknya sedang belajar di pondok. Tapi, tahu-tahunya dirinya hanya diambil manfaatnya saja, tidak mendapatkan balasan apa-apa dari anaknya. Untung kita tidak seperti mereka yang mau seenaknya saja, iya gak?”
“Iya betul sekali apa yang dikatan oleh bung Ainor ini. Aku sangat satuju ju ju ju ju ju jungkar balik hahahahaha.”
Inilah kita ‘santri’, selalu ada saja tuk dibuat bahan gurauan kadang tertawa, kadang juga tak merasakan bahagia sebab telat kirimannya. Tapi, jangan sedih meski telat kiriman. karena Buletin IQRO’ akan selalu ada tuk memberikan cerita yang membuat kailan ceria. “Ok,Ceritanya kita lanjut besok pagi ya..” See you nexs time..XIEXIE..”
Oleh: Ma’ruf Al-Warasy (Teater Kaged, Pamekasan)