QOLBI.ID, PAMEKASAN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan, Madura, Jawa Timur, telah menetapkan biaya pokok produksi, atau Break Event Point (BEP) tembakau.
BEP tembakau tahun ini, 2021, ditetapkan Rp 31.545 untuk tembakau sawah, tembakau Tegal Rp 39.661 dan tembakau gunung Rp 44.550, hitungan per kilogram.
BEP tahun ini lebih rendah dari tahun sebelumnya, 2020, selisih Rp 1.163 untuk tembakau sawah, tegal Rp 1.838, sementara untuk tembakau gunung selisih Rp 9.887.
Penetapan BEP tidak lepas dari campur tangan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian serta Dinas Perdagangan dan Perindustrian.
Kepala Disperindag, Achmad Sjaifuddin tidak banyak komenter terkait dengan penetapan BEP, ia beralasan yang lebih berwenang DKPP.
“Penetapan BEP sudah ditangani DKPP, bukan lagi Disperindag tapi tetap ikut terlibat,” kata Sjaifuddin, begitu ia disapa.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pamekasan Ajib Abdullah melalui Kepala Bidang Produksi Pertanian Ach. Suaidi mengatakan penetapan BEP berdasarkan penghitungan komponen produksi tembakau. Misalnya, biaya sarana, pupuk, tenaga kerja, penyiraman.
“Dalam juknis pertanian, selama proses budidaya tembakau ada 40 kali penyiraman,” kata Ach. Suaidi, Senin, 16 Agustus 2021.
Menurut Suaidi, begitu ia disapa, BEP ditetapkan berdasarkan rapat bersama komisi tembakau, asosiasi petani tembakau, KTNA, Disperindag dan Perwakilan Pabrikan yang ada di pamekasan.
“BEP ini patokan harga terendah bagi pabrikan membeli tembakau milik petani,”ungkapnya.
Suaidi mengakui BEP tahun ini mengalami penurunan, salah satu penyebabnya hujan yang terjadi pada awal musim tembakau.
“Sehingga penghitungan biaya menyiram menurun,” bebernya.
Mudassir, petani Tembakau asal Desa Pamaroh, Kecamatan Kadur, Pamekasan, mengungkapkan harga tembakau gunung di daerahnya Rp 32.000 per kilogram, atau turun Rp 10.000 dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 42.000.
Dengan harga itu, kata Mudassir, tidak bisa menutup modal yang dikeluarkan petani tembakau. Apa lagi, dibeli jauh di bawah BEP.
“Impas saja petani sudah bersyukur, tapi dengan harga itu sulit impas justru merugi,”tuturnya.
Modal yang dikeluarkan petani dari awal hingga panen tidaklah sedikit, musim kali ini biaya yang dikeluarkan bisa saja lebih banyak karena dibarengi kenaikan harga komponen tembakau, seperti harga pupuk urea yang menjadi Rp 125.000, tahun sebelumnya Rp 100.000.
”Bahkan biaya menyangkul ikut-ikutan naik, dari Rp 35.000 menjadi 40.000,” beber Mudassir.
Hal senada juga disampaikan Ahmad Juma’ir, Petani tembakau asal Desa Pegantenan Pamekasan. Menurutnya, modal untuk bertani tembakau tidaklah sedikit, mulai dari biaya pembelian bibit, pupuk, sewa pembajak, hingga proses pengeringan tembakau.
Bibit tembakau per paket berisi 1.000 batang Rp.50.000, pupuk urea yang harus dibeli setiap minggunya sampai panen bisa menghabiskan hingga 40 kilogram, harga pupuk eceran Rp2.500 per kilogram.
“Belum lagi untuk tiga kali membajak dengan sewa tenaga pembajak tiga orang, dengan upah 70.000 perorang, saluran air untuk menyiram 100.000 dan biaya perawatan lainnya. Jadi bisa ditaksir bisa menghabiskan Rp.1.260.000 modal untuk bertani tembakau, belum lagi biaya panen sampai proses pengeringan tembakau yang bisa mencapai Rp.700.000,” ulas Ahmad Juma’ir.
Tahun lalu, 2020, kata Ahmad Juma’ir, harga jual tembakau di daerahnya Rp 23.000 per kilogram, banyak petani merugi dikisaran Rp 600.000 sampai 1.000.000.
Sementara Muniri, petani asal Dusun Selatan, Desa Durbuk Pademawu Pamekasan menuturkan banyak petani yang sudah pasrah dan membiarkan taninya begitu saja, karena hasil tembakau saat ini masih sama dengan tahun sebelumnya.
“Kami bukan mencari rugi tapi mencari keuntungan, sudah rugi biaya kita juga rugi tenaga,” terangnya.
Sebagaimana diketahui, pembelian tembakau oleh pabrikan bervariatif, Gudang Garam 3.500 hingga 7 ton, Sadhana Arifnusa 200 ton, Alliance One Indonesia 600 ton, Sukun 700 ton, Nojorono 700 ton, PT Wismilak 250 ton, Djarum 6.500 ton, Grendel 1.500 ton. (mank/ros/her)